Surat Sederhana Untuk Kawan-kawan Papua

Mengutip kalimat Desmond Tutu, Aktivis Anti-Apartheid Afsel: 
"Seorang manusia menjadi manusia karena dirinya mengakui orang lain sebagai manusia."

Kawan, surat ini dikirim dari negara penuh tekanan Rejim Lalim pada semua sendi kehidupan, tidak perlu sebut nama lokasi asal surat ini. Maksud dibuatnya surat ini sekadar berbagi kisah atas suasana yang serba rumit, sementara kawan-kawan muda dan tua tidak pernah sejalan memperjuangkan nasib negara kami.

Seminggu lalu kami berkumpul pada rumah kawan yang baru saja diculik kelompok rahasia bentukan penguasa negara. Ayah kandung kawan kami tampak menangis paling keras. Kami terkejut dengan pernyataan Ayah kawan kami, "Tuhan penguasa nyawa, cabut saja aku punya hidup, kutuk saja aku punya pikir, semula aku percaya dengan mereka yang jamin selamat anakku, mengapa penculikan seperti ini yang terjadi, Tuhan Kutuk aku!!!" kata dia sembari mengatur nafas di sela-sela tangis.


Sekian puluh tahun Rejim menguasai negara ini, tekanan penguasa begitu kuat, kecurigaan antar warga makin tinggi, kebodohan makin beranak-pinak. Orang-orang tua yang berpendidikan tinggi sibuk diskusi sana-sini adu teori, sementara generasi baru sudah pragmatis pilih jadi martir dengan nyawa dibarter murah pada ilusi.

Penguasa negara tentu saja mengambil beberapa pemikiran orang-orang pintar dari mana saja, membeli tekhnologi canggih dari pabrik apapun, semua dengan satu tujuan jelas Kekuasaan Abadi. Hingga seringkali diantara kawan-kawan tiba-tiba muncul rasa curiga, "Siapa jadi boneka siapa?" kata mereka.


Ah Konyol saja pertanyaan itu, sudah puluhan tahun penguasa lalim memproduksi boneka-boneka bernyawa, boneka dengan baju yang kapan saja bisa berganti. Boneka yang bisa bernyanyi informasi saat dibutuhkan penguasa, boneka yang tega hilangkan nyawa saudara kandung sendiri, tetangga, bahkan kepala kampung.

Surat ini sengaja dibuat, sekadar menghilangkan rasa jenuh disaat bersabar, memang tekhnologi komunikasi katanya sudah secepat kilat beri kabar. Namun kilatan-kilatan kabar bahagia belum sentuh negeri kami. Malah dari negeri kami muncul selalu kabar bagai pijaran kembang api di tahun baru, kemana-mana kabarkan kematian dan kekayaan penguasa lalim yang makin bertambah.



Semoga Negeri Kami bukan negeri kalian. 

Salam dalam damai kasih semesta sayang sesama.
Aida C'est

Comments

Popular Posts