WAJAH POLITIK PURA-PURA




Dunia politik di Indonesia pasca reformasi 1998 terlihat seperti opera sabun. Penuh kepura-puraan dan sarat kepalsuan. Para pemeran opera sabun ini kerap dijuluki “wakil rakyat”, “pejabat pemerintahan” dan “birokrat.”

Kepura-puraan itu dimunculkan secara dramaturgis dalam politik pencitraan, entah di layar kaca, lembar surat kabar dan majalah, maupun jejaring elektronik. Di depan pers dan di ruang publik, para politisi pencitraan ini berjanji yang bagus-bagus, dan “nampak” peduli pada rakyat. Namun acapkali di belakang layar mereka berkongkalingkong (kolusi) dan bertindak jauh menyimpang dari janji-janji tersebut.

Itulah gambaran politik yang tidak otentik.

politik bukan lah soal penguasaan kekuasaan. Politik harus membebaskan dan mendorong warga berekspresi secara otentik di ruang publik. Runtuhnya ruang publik
politik 'baik karena infiltrasi kepentingan privat atau ekonomi'dapat membuat peradaban jatuh atau mengalami kemunduran.

“Kekuasaan dimandatkan oleh masyarakat, namun masyarakat kemudian hanya memiliki kekuasaan itu pada saat pemilihan umum. Setelah itu, kekuasaan berpindah ke tangan penguasa yang mereka pilih.”

Maka terjadilah “Masa depan adalah neraka apabila praktik busuk politik dewasa ini kita terima begitu saja"

Mari kita sebagai penduduk, rakyat dan warganegara turut serta membantu mencegah politik semakin membusuk dengan tidak membiarkan cara Politisi busuk menguasai semua kita.[CC]

Januari 20,2013

Comments

Popular Posts